Categories

Minggu, 30 Januari 2011

Basic Geology : Tanah/Soil dan Garnet Sand


Tanah dan soil

Di geologi dibedakan pengertian antara tanah dan soil.

Tanah adalah lapisan penutup permukaan bumi yang bahan materialnya tidak terkonsolidasi dan merupakan hasil dari suatu proses transportasi (transported material), jadi tidak insitu. Materialnya dapat terdiri atas bahan organik maupun butiran mineral hasil dari pelapukan batuan (weathered rock) dari tempat lain yang dibawa oleh media/agent dan diendapkan disuatu tempat tertentu. 

Sedangkan soil merupakan material hasil pelapukan (weathering process) dari batuan induk/dasar (bed rock) yang belum mengalami proses transportasi. Jadi kita masih dapat melihat urut2an dari bawah keatas, mulai dari batuan yang masih segar dan semakin keatas semakin lapuk yang akhirnya menjadi soil. Dalam ilmu tanah urutan tsb dibagi dalam kelas2 horison. Kita mengenal urutan dari bawah keatas ada horison C (lapisan batuan yang relative masih segar/belum lapuk), horison B (lapuk sebagian, warna sudah mulai berubah coklat –kemerahan, kandungan oksida vesi), horizon A (sudah mulai banyak material organik, warna coklat kehitaman), dan paling atas adalah horizon O (simbul dari kata ‘organik’, dominasi material organik, warna kehitaman, sudah jarang dijumpai butiran mineral/fragmen batuan hasil pelapukan batuan).

Dalam perkembangannya, lapisan tanah dan endapan lepas lainnya seperti pasir, kerikil, dll, dalam pemetaan geologi dikelompokam kedalam apa yang disebut sebagai ‘endapan alluvial’ , sedangkan soil yang dikategorikan sebagai pelapukan dari batuan dasar yang belum mengalami transportasi, disatukan kedalam kelompok satuan batuan dasarnya tersebut.
Jenis2 tanah sendiri ada beberapa macam a.l.: organosol (tanah organic/gambut), latosol (umumnya lapukan dari material volkanik/breksi), grumosol (hasil pelapukan batugamping, marble, batu lempung), podsolik (dari pelapukan batupasir kwarsa), andosol (dari tuff vulkanik), dan lain-lain. 

Nah dalam proses pelapukan tersebut, sangat dipengaruhi oleh jenis dari mineral-mineral penyusun batuannya. Kita ambil contoh batuan beku atau sedimen yang misalnya sebagian besar disusun oleh mineral kwarsa dan feldspar, maka dalam proses pelapukan menuju terbentuknya soil, mineral feldspar akan lapuk duluan dibanding kwarsa, karena perbedaan tingkat kekerasan dan ikatan kimianya. Kalau kita kaitkan sedikit dengan industri petroleum (logging), feldspar yang lapuk menjadi lempung karena proses alterasi tersebut jika kena logging gamma ray, maka akan menghasilkan nilai GR yang tinggi (high GR), dikarenakan kandungan potassium (K-sbg unsur radioaktif) dari alterasi feldspar tersebut, dan hal ini dapat sebagai clay formation indicator.

Garnet Sand

Garnet merupakan group dari mineral-mineral seperti: almadine Fe3Al2 (SiO4)3 merah tua-kecoklatan, andradite Ca3Fe2 (SiO4)3 coklat-kehitaman, grossular Ca3Al 2 (SiO4)3 colorless-orange, pyrope Mg3Al 2(SiO4)3 merah-merah tua, dan lainnya, bentuk cubic, isostructural dan isometric crystal, karena berbagai mineral maka kekerasannya bervariasi antara 6-7.5, jadi hampir sekeras mineral kwarsa (k=7). Garnet ini terbentuk dalam kondisi temperature dan tekanan yang tinggi, banyak ditemukan berasosiasi dengan batuan metamorf dan beberapa di batuan beku. Bagi kawan-kawan yang pernah jalan-jalan/kuliah geologi lapangan di Bayat-Klaten, paling senang kalau jalan-jalan kearah pegunungan Jiwo barat, di gunung Jabalkat atau Cakaran, disana banyak dijumpai mineral2 garnet yang berwarna merah tua-kecoklatan yang berasosiasi dengan batuan metamorf (tapi sekarang sudah jarang dijumpai). Karena warnanya yang bagus, mineral ini juga banyak diburu orang sebagai batu permata/gemstone.

Garnet sand (garnet yang berukuran butir pasir), karena kekerasannya cukup tinggi maka tidak mudah lapuk dan mempunyai kelebihan2. Dalam perkembangannya istilah 'garnet sand' terutama dari jenis mineral almadine ini, dipakai sebagai istilah dalam produk industri yang dapat digunakan sebagai coated abrasives, grinding wheels, grinding stones dan juga untuk sand blasting garnet paper. Bahkan 'garnet sand' ini juga dimanfaatkan sbg granular media filtration pada proses penyaringan air, disamping umumnya memakai (butiran) silica sand dan anthracite coal.

Basic Geology : Claystone, sandstone dan limestone


1. Terbuat dari apakah batuan-batuan seperti Claystone, sandstone dan limestone?apakah mereka memiliki mineral yang sama?

2. Apakah dalam suatu batuan seperti sedimentary rock memiliki mineral yang sama?

3. Bagaimanakah porosity dan permeability dari masing-masing formasi seperti shale, limestone, claystone?

penjelasan :
1. Terbuat dari apakah batuan-batuan seperti Claystone, sandstone dan limestone?apakah mereka memiliki mineral yang sama?
- terbuat dari kuarsa, carbonates, calsium, magnesium, dlsb. Batuan tsb tidak memiliki mineral yg sama.
Kalau dirunut :
Quark -> Atom -> Unsur -> Senyawa -> Mineral -> Batuan
Setiap jenis batuan terdiri atas berbagai jenis mineral
Setiap jenis mineral terdiri atas berbagai jenis senyawa dst


2. Apakah dalam suatu batuan seperti sedimentary rock memiliki mineral yang sama?
-tidak

3. Bagaimanakah porosity dan permeability dari masing-masing formasi seperti shale, limestone, claystone?
- hampir semua punya porosity dan permebility, tapi skalanya saja yg berbeda. ada yg tinggi dan ada yg rendah atau mendekati nol.

 tambahan :

Mineral penyusun batuan berlain-lainan.

Claystone/batulempung: Merupakan batuan sedimen (sedimentary rock) yang mempunyai ukuran butir clay/ lempung/sangat halus(< 0.004mm), tersusun oleh mineral2 lempung (clay minerals) dari group alumina silicates (Al, Fe, Mg, Si), seperti: kaolinite, montmorillonite, smectite, chlorite, ataupun illite. 

Sandstone/batupasir: Batuan sedimen yang mempunyai ukuran butir pasir/sand dengan range 0.125mm-1mm (skala wentworth). Tersusun atas butiran (ini bisa berupa mineral maupun rock fragment). Butiran mineral (urut dari yang paling stabil-baik secara mechanical maupun chemical stability) yaitu: quartz (dan zircon, tourmaline), chert, muscovite, microcline, orthoclase, plagioclase, hornblende (dan biotite), pyroxene, dan yang terakhir olivine. Butiran yang lain bisa berupa heavy minerals (mineral berat) umumnya kandungannya kecil (sekitar1%) misal: apatite, epidote, garnet, rutile, staurolite, tourmaline, dan zircon. Butiran yang dari rock fragment bisa berasal dari volcanic maupun metasedimentary lithic fargment. Disamping butiran, batupasir juga tersusun oleh apa yang disebut sbg matrix dan cement. Nah dari sekian banyak mineral tsb yang umum dijumpai di batupasir adalah quartz, feldspar dan rock fragmen, tiga komponen inilah yang akhirnya oleh Pettijohn et al. (1975) dipakai sebagai dasar klasifikasi penamaan batupasir (disamping klasifikasi2 yang lain tentunya).

Limestone/batugamping: merupakan batuan karbonat (carbonate rock) yang terbentuk secara biological and biochemical processes. Batuan karbonat ini (by definition) harus tersusun oleh >50% carbonate minerals, yaitu: calcite (CaCO3 – rhombohedral), aragonite (CaCO3 – orthorhombic), dan mineral dolomite (Ca-Mg (CO3)2). Aragonite termasuk unstable minerals at surface temperature and pressure, shg jarang kita jumpai. Dari hal tersebut munculah 2 komponen penyusun yang penting yaitu calcite dan dolomite. Dari sini Boggs (1987) mengklasifikasi jika calcite nya >90% maka disebut Limestone, dan jika dolomite nya yang >90% disebut Dolostone, jika kurang dari itu hanya mensifati saja misal namanya menjadi Dolomitic limestone, dst.
Porositas sandstone banyak bertipe grain-porosity/intergranular porosity (porositas antar butitan), besar kecilnya porositas dipengaruhi oleh proses2 diagenesa, seperti faktor compaction pada depth of burial. Semakin dalam posisi batuan tersebut umumnya semakin compact, shg porositasnya juga semakin mengecil. Namur jika mengalami proses diagenesa ‘dissolution of unstable grain’ maka akan bisa memperbesar porositas. Untuk batupasir ini umumnya jika porositas meningkat maka permeabilitasnya juga akan meningkat. Namun belum tentu untuk yang berbutir halus (misal claystone atau shale), umumnya mempunyai porositas besar namun permeabilitasnya kecil, karena adanya capillary forces yang menghalangi mudahnya aliran fluida melalui small pore-throats. 

Seperti kita ketahui bahwa besaran porositas ada 2macam, yaitu total porosity dan effective porosity, permeability sangat berhubungan dengan effective porosity (pore/ porositas yang saling berhubungan). 

Porositas di batugamping sangat berbeda dibandingkan dengan batupasir, baik dari sisi type and distribution within a reservoir, shg pada carbonate kadang2 susah diprediksi kualitas reservoarnya. Pada batupasir meski proses diagenesa terlibat, namun parameter primary porosity dan proses pengendapapan sangat dominant menentukan, sedangkan pada carbonate banyak di drive oleh diagenetic porosity. Kita mengenal type2 porositas di carbonate seperti: vuggy, cavern, channel, stylolitic, burrow, boring, intra/inter-particle, inter-crystalline, dll. Sedangkan di batupasir hanya didomiansi oleh intergranular porosity saja. Sehingga pada limestone belum tentu pada posisi yang dalam (deep burial) akan mempunyai porositas yang kecil, tergantung proses diagenesa yang berlangsung disana, jika dissolutionnya berperan maka vuggy/porositas gerowong yang besar akan kita dapat.





Peranan Geologis Setelah Produksi


Setelah produksi geologist tetap punya peranan yang besar. Walaupun sudah produksi lapangan masih perlu dikembangkan. Sumur-sumur tambahan dibor lagi untuk menahan laju penurunan produksi. Sumur-sumur yang lamapun masih punya peluang untuk menambah produksi. Nah hal-hal ini dikerjakan oleh subsurface team yang terdiri dari production engineers, reservoir engineers dan geologist. Dengan semakin banyaknya sumur akan semakin banyak data yang akan digunakan untuk memperbaiki earth modeling yang dibuat sebelumnya sehingga lebih mendekati kenyataan.

Berikut beberapa point peranan geologist untuk lapangan pengembangan :
  • Membuat geological model yang akan digunakan dalam simulasi reservoir, untuk membuat ini akan dilakukan analisa well log, stratigraphy, sedimentology, image logs dll.
  • Membuat cross-section dan geological map serta reservoir properties (structure, isopach, facies, porosity, permeability dll).
  • Reservoir characterization.
  • Mengupdate volumetric in-place.
  • Menentukan lokasi sumur pengembangan, membuat geological drilling program (well prognosis, formation evaluation, coring dan testing programs).
  • Mengkoordinasikan geological services seperti logging, coring, cutting dll 
  • Memonitor well production drilling dan memberikan evaluasi formasi selama pemboran.
  • Evaluasi sumur produksi setelah pemboran selesai.